Senin, 31 Oktober 2011

Makalah BPHTB

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
            Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  BPHTB yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.  Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut system “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak yang terutang dibayarkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB). Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).  Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah. Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
PERMASALAHAN
Yang menjadi permasalahan dalam kasus ini bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ? bagaimana cara membayar BPHTB? Serta bagaimana cara penghitungan BPHTB?.

PEMBAHASAN
Pengelolaan hasil penerimaan BPHTB yaitu hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
  • - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
  • - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
  • - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Dan yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi :
a. Pemindahan hak karena
1. jual beli
2. tukar-menukar
3. hibah
4. hibah wasiat
5. waris
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. penunjukan pembeli dalam lelang
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap
10. penggabungan usaha
11. peleburan usaha
12. pemekaran usaha
13. hadiah
b. Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak
2. di luar pelepasan hak
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan. Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal :
a. jual beli adalah harga transaksi
b. tukar-menukar adalah nilai pasar
c. hibah adalah nilai pasar
d. hibah wasiat adalah nilai pasar
e. waris adalah nilai pasar
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. peleburan usaha adalah nilai pasar
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. hadiah adalah nilai pasar
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB). Adapun cara perhitungan BPHTB yaitu dicontohkan dalam kasus berikut ini:
Rounded Rectangle: BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek PAjak )NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kene Pajak (NPOPTKP) dikalikan tariff 5% (lima persen)
Secara matematis adalah :

Contoh :
1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 50.000.000,-. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,-. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,- Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5%x (Rp. 50 juta-Rp. 60 juta)
= 5%x0
= Rp. 0 (nihil)
2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,-. Seingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dlam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,-. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 60.000.000,- sama dengan Rp. 40.000.000,-, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5% x (Rp. 100 – Rp. 60) juta
= 5% x Rp. 40 juta
= Rp. 2 juta
Didalam penagihan BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :
1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
2. Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Berikut hak hak wajib pajak pada BPHTB.
I. Keberatan
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan.
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.





Makalah BPHTB
(Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
UTY.JPG
Disusun oleh:
Dedi Susanti                  (1105111078)
Christian Endah W        (1105111125)
Nana Heti Utami            (1105111128)

FAKULTAS BISNIS DAN TEKNOLOGI INFORMATIKA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar