Senin, 31 Oktober 2011

PAPER CARA MENINGKATKAN KESADARAN MASYARAKAT TENTANG PAJAK

PENDAHULUAN
        I.            LATAR BELAKANG
Kemajuan dan perkembangan negara ini tak terlepas dari kesadaran warganya dalam membayar pajak. Pajak dibayar guna kepentingan Negara Indonesia sendiri seperti untuk pembangunan daerah dari Sabang hingga Merauke. Pajak diarahkan  pada upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi negara yang mandiri dan andal untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata, dengan demikian pajak harus diarahkan sebagai upaya meningkatkan pendapatan bangsa Indonesia. Sesuai amanat UUD 1945 Pasal 23, bahwa “Pajak merupakan konstribusi wajib rakyat kepada negara baik orang pribadi maupun badan hukum atau warga negara terhadap negara, dengan tidak mendapat imbalan atau kontraprestasi langsung dan digunakan untuk kepentingan negara serta untuk kemakmuran rakyat”. Pajak yang dikumpulkan oleh pemerintah akan dijadikan sebagai salah satu sumber dana untuk membiayai pembangunan dan sumber investasi. Penghasilan pajak juga digunakan untuk pembiayaan bagi seluruh lapisan masyarakat, setiap warga negara dapat menikmati berbagai fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan), pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih rendah.

    II.            PERMASALAHAN
Masalah yang diangkat yaitu mengapa masyarakat kurang kesadaran atas wajib pajak serta bagaimana solusi agar masyarakat dapat lebih sadar akan kewajiban membayar pajak yang pada dasarnya apa yang mereka bayarkan adalah untuk kepentingan mereka dengan berbagai fasilitas umum yang dapat mereka nikmati sekarang.

PEMBAHASAN

Kondisi perpajakan di Indonesia, pada saat ini pajak menyumbang 75% porsi penerimaan negara, pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran negara ini seperti gaji para PNS, biaya pendidikan, subsisi BBM, melunasi hutang luar negeri, membangun sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Pada dasarnya kebijakan pemerintah tentang perpajakan telah mengalami perubahan sedemikian rupa, sesuai dengan perkembangan ekonomi di negara ini. Mulai tahun 2008 pemerintah telah berusaha untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya melalui dua cara yaitu dengan pertama dengan itensifikasi pemungutan  yaitu pajak yang diarahkan sebagai upaya meningkatkan penerimaan dari sumber pajak yang telah ada. Kedua, extensifikasi  yaitu berupa pemerintah meningkatkan penerimaan pajak dengan jalan memperluas basis pajak. Kedua cara itu baru berhasil apabila didukung oleh administrasi pajak yang baik dan meningkatnya kesadaran dari masyarakat akan kewajibannya.
Namun pada kenyataannya di Indonesia sejak tahun 2005 memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) baru sekitar 7 juta orang, dibandingkan dengan jumlah penduduknya yang mencapai 230 juta orang, artinya hanya 3 % penduduk Indonesia yang memiliki kesadaran membayar pajak. Hal ini dapat dikarenakan kecenderungan masyarakat yang merasa terpaksa untuk membayar pajak. Tidak ada rasa sadar yang muncul dari diri sendiri untuk senantiasa membangun negara. Orang baru terpikir untuk membayar pajak saat merasa butuh, misalnya butuh NPWP untuk kepentingan tender, atau butuh NPWP agar tidak terkena fiskal. Ketidakpahaman wajib pajak terhadap berbagai ketentuan yang ada dalam NPWP menjadikan wajib pajak tersebut memilih untuk tidak ber NPWP dengan berbagai alasan. Dari alasan alasan tersebut dikemukakan bahwa kesadaran masyarakat untuk membayar pajak memang masih rendah. Selain itu kekhawatiran akan penyalahgunaan uang pajak yang kerap kali dilakukan oleh staf pajak baru-baru ini seringkali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan kemana uang pajak itu akan disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat diangap kurang.
Persoalan besar di Indonesia, selain dari sisi wajib pajak, adalah tidak adanya transparansi penerimaan pajak oleh instansi terkait. Informasi jumlah penerimaan pajak secara resmi belum tersedia bagi publik. Demikian juga informasi mengenai jumlah pajak tak tertagih beserta nama wajib pajak terkait. Ketidakjelasan informasi ini menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap instansi pajak yang pada gilirannya menurunkan kesadaran mereka untuk membayar pajak.
Sistem pembayaran pajak yang bersifat progresif juga menimbulkan peluang permainan antara petugas pajak dengan wajib pajak untuk mengurangi besarnya pajak yang harus dibayar. Sistem progresif pada akhirnya akan menimbulkan besaran pajak yang semakin besar sesuai keuntungan wajib pajak misalnya dengan menerapkan sistem proporsional 10% dari pendapatan. Sistem inilah yang mendorong wajib pajak,khususnya perusahaan berupaya mengurangi data penghasilannya dengan tujuan dapat mengurangi besaran pajak yang harus dibayar. Kelancaran dalam sistem perpajakan sangat bergantung pada sisis internal dan eksternal. Internal datang dari pelayanan pemerintah, dan eksternal berasal dari tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Karena pembayar pajak tidak menerima imbalan secara langsung, maka pajak harus dikelola dengan baik. Melalui administrasi pengelolaan pajak yang baik diharapkan mampu membangun kepercayaan masyarakat bahwa pajak pada akhirnya dikembalikan kemasyarakat pula.
 Untuk mengeliminir kemungkinan bocornya pajak yang menjadi hak pemerintah, maka diperlukan reformasi sistem pajak di Indonesia. Sistem Progresif pada hakikatnya mencoba menciptakan subsidi silang antara wajib pajak berpenghasian kecil dan wajib pajak besar. Namun wajib pajak besar pasti akan mencari jalan untuk mengurangi kewajibannya antara lain dengan kolusi dengan pihak instansi pajak itu sendiri. Pemerintah sebaiknya merubah system ini menjadi system pajak bernilai tetap,misalnya 10 % dari penghasilan kena pajak sehingga secara keseluruhan tidak terlalu memberatkan wajib pajak .
Himbauan pemerintah untuk menciptakan kesadaran membayar pajak patut kita respon dengan baik. Namun di sisi lain, pemerintah juga perlu menciptakan kondisi yang mendorong lahirnya kesadaran para wajib pajak tersebut. Pertama ,pemerintah harus bisa memastikan bahwa warga khususnya wajib pajak akan menikmati hasil pembayaran pajaknya melalui layanan pemerintah yang semakian mudah dan murah dalam bidang kesehatan,pendidikan dan infrastruktur. Kedua , pemerintah harus menciptakan system yang lebih baik untuk mengurangi kemungkinan penyelewengan pajak melalui sistem yang baru sekaligus menyadarkan wajib pajak besar untuk membayar pajak tanpa mematikan potensi mereka untuk menginvestasikan dana mereka karena pajak yang terlalu besar.
Konsep yang dapat dijalankan pemerintah guna meningkatkan kepatuhan pajak yaitu seperti, konsep modernisasi pajak yang berupa pelayanan baik dan pengawasan intensif dengan pelaksanaan masyarakat good governance. Juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, produktivitas pegawai pajak yang tinggi, serta mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Kemudian didukung oleh fungsi pengawasan, pemeriksaan, maupun penagihan pajak. Namun konsep ini akan kurang maksimal apabila eksternal tidak terlebih dahulu diberi stimulus untuk menyukai membayar pajak. Mencoba menghilangkan kesan negatif, perlu kiranya ditiadakan suatu metode yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Sosialisasi dapat dilakukan melalui media elektronik maupun media cetak. Dengan frekuensi informasi yang begitu sering diterima masyarakat dapat secara perlahan merubah pola fikir masyrakat tentang pajak kearah positif.
Sosialisasi dapat pula dilakukan dalam bentuk pengarahan secara langsung ke masyarakat melalui pendekatan ke masing masing kecamatan, desa, sampai RT/RW. Sosialisasi ini berupa penyuluhan kepada masyarakat secara langsung di mana telah ada utusan khusus yang bertugas memberikan penyuluhan langsung kepada masyarakat terkait akan pentingnya pajak. Dalam pelaksanaanya penyuluhan dapat dilakukan pada kegiatan yang biasa ada di masyarakat. Misalnya pertemuan karang taruna, bakti sosial dan kegiatan masyarakat lain, juga menyisipkan metode ini ke lingkungan sekolah juga dirasa cukup efektif guna menumbuhkan jiwa sadar akan wajib pajak sejak dini.
Dalam penyuluhan ini terdapat 4 poin yang aharus ditekankan yaitu, pemahaman, pelaporan, pengawasan dan persuasif. Pemahaman merupakan poin yang harus diperoleh dari masyarakat, dimana masyarakat harus mengerti apa itu pajak, bagaimana prosedurnya, serta untuk apa nantinya pajak itu. Pelaporan merupakan suatu keharusan yang dilakukan oleh penyuluh yaitu dengn menjelaskan uang pajak berasal dari mana saja, dikelola oleh siapa, diperuntukkan untuk apa saja dan dijelaskan secara konkret contoh yang ada di sekitar masyarakat.

PENUTUP

KESIMPULAN
Penghasilan pajak digunakan untuk pembiayaan bagi seluruh lapisan masyarakat, setiap warga negara dapat menikmati berbagai fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Namun kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sangat kurang, orang baru terpikir untuk membayar pajak saat mereka membutuhkan sesuatu, selain itu kekhawatiran akan penyalahgunaan uang pajak seringkali menjadi pemikiran masyarakat. Bagaimana pajak itu akan dikelola dan kemana uang pajak itu disalurkan, mengingat timbal balik yang diberikan kepada masyarakat dianggap kurang. Maka pajak harus diarahkan pada upaya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi negara yang mandiri dan andal untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh wilayah negara Indonesia secara adil dan merata.

SARAN
Perlu banyak dilakukan penyuluhan dan sosialisasi masyarakat terhadap wajib pajak, serta kegunaannya bagi masyarakat maupun meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap administrasi perpajakan, produktivitas pegawai pajak yang tinggi, serta mengedepankan aspek pelayanan kepada masyarakat. Agar tercapainya tujuan negara dalam menyukseskan pembangunan negara melalui pajak.





DAFTAR PUSTAKA
www.pajakonline.com

Makalah BPHTB

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
            Pengertian Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan  BPHTB yaitu pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut pajak. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah atau bangunan oleh orang atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 16 tentang Rumah Susun dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lainnya.
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB menurut perundang-undangan perpajakan yang menjadi Wajib Pajak.  Sistem pemungutan BPHTB pada prinsipnya menganut system “self assessment”. Artinya Wajib Pajak Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak yang terutang dibayarkan ke Kas Negara melalui Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Bea (SSB). Tarif BPHTB adalah 5% (lima persen).  Dasar penagihan BPHTB adalah SKBKB, SKBKBT, STB dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah BPHTB yang harus dibayar bertambah. Tata cara penagihan BPHTB diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan.
PERMASALAHAN
Yang menjadi permasalahan dalam kasus ini bagaimana pengelolaan hasil penerimaan BPHTB ? bagaimana cara membayar BPHTB? Serta bagaimana cara penghitungan BPHTB?.

PEMBAHASAN
Pengelolaan hasil penerimaan BPHTB yaitu hasil penerimaan BPHTB dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :
  • - 20 % (duapuluh persen) untuk pemerintah pusat yang selanjutnya dikembalikan lagi secara merata ke setiap kabupaten/kota
  • - 16 % (enambelas persen) untuk propinsi;
  • - 64 % (enampuluh empat persen) untuk kabupaten/kota.
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan. Dan yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan meliputi :
a. Pemindahan hak karena
1. jual beli
2. tukar-menukar
3. hibah
4. hibah wasiat
5. waris
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hokum lainnya
7. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8. penunjukan pembeli dalam lelang
9. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hokum tetap
10. penggabungan usaha
11. peleburan usaha
12. pemekaran usaha
13. hadiah
b. Pemberian hak baru karena :
1. kelanjutan pelepasan hak
2. di luar pelepasan hak
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun atau hak pengelolaan. Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dalam hal :
a. jual beli adalah harga transaksi
b. tukar-menukar adalah nilai pasar
c. hibah adalah nilai pasar
d. hibah wasiat adalah nilai pasar
e. waris adalah nilai pasar
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
i. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
j. pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak adalah nilai pasar
k. penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. peleburan usaha adalah nilai pasar
m. pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. hadiah adalah nilai pasar
o. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah Lelang
BPHTB yang terutang dibayar ke kas negara melalui Bank/Kantor Pos Persepsi BPHTB, yaitu Kantor Pos dan atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB). Adapun cara perhitungan BPHTB yaitu dicontohkan dalam kasus berikut ini:
Rounded Rectangle: BPHTB = 5% x (NPOP-NPOPTKP)Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek PAjak )NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kene Pajak (NPOPTKP) dikalikan tariff 5% (lima persen)
Secara matematis adalah :

Contoh :
1. Pada tanggal 6 Januari 2006, Tuan “S” membeli tanah yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 50.000.000,-. NJOP PBB tahun 2006 Rp. 40.000.000,-. Mengingat NJOP lebih kecil dari harga transaksi, maka NPOP-nya sebesar Rp. 50.000.000,- Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,- Mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP, maka perolehan hak tersebut tidak terutang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5%x (Rp. 50 juta-Rp. 60 juta)
= 5%x0
= Rp. 0 (nihil)
2. Pada tanggal 7 Januari 2006, Nyonya “D” membeli tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten “XX” dengan harga Rp. 90.000.000,- NJOP PBB tahun 2006 adalah Rp. 100.000.000,-. Seingga besarnya NPOP adalah Rp. 100.000.000,-. NPOPTKP untuk perolehan hak selain karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dlam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, untuk Kabupaten “XX” ditetapkan sebesar Rp. 60.000.000,-. Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) adalah Rp. 100.000.000,- dikurangi Rp. 60.000.000,- sama dengan Rp. 40.000.000,-, maka perolehan hak tersebut terutang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan.
BPHTB = 5% x (Rp. 100 – Rp. 60) juta
= 5% x Rp. 40 juta
= Rp. 2 juta
Didalam penagihan BPHTB, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan apabila :
1. Pajak yang terutang tidak atau kurang bayar
2. Dari hasil pemeriksaan SSB terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung.
3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar, Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima oleh Wajib Pajak. Dan jika tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa. Berikut hak hak wajib pajak pada BPHTB.
I. Keberatan
(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan.
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Lebih Bayar.
d. Surat Ketetapan Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan Nihil.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak yang terutang menurut perhitungan
Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas.





Makalah BPHTB
(Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
UTY.JPG
Disusun oleh:
Dedi Susanti                  (1105111078)
Christian Endah W        (1105111125)
Nana Heti Utami            (1105111128)

FAKULTAS BISNIS DAN TEKNOLOGI INFORMATIKA
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

Senin, 22 Agustus 2011

Cara Tips Mengecilkan Perut



by nana heti utami
cara mengecilkan perut buncit
perut buncit

Anda telah mencoba berbagai cara  mengecilkan perut buncit? simaklah tips mengecilkan perut berikut ini:

Perut bukan organ yang berukuran besar tetapi memiliki kemampuan untuk meregangkan dan menyusut sesuai dengan jumlah makanan yang dimakan saat itu. Jika Anda konsisten mengkonsumsi makanan dalam porsi besar, perut Anda secara bertahap akan terus meregang dan  Anda akan membutuhkan semakin banyak makanan untuk membuatnya merasa kenyang. Cara mengecilkan perut yang dapat dicoba adalah Anda harus tetap makan 3X sehari dengan porsi kecil. Anda tetap memerlukan makan untuk menjaga  agar metabolisme tidak melambat karena anda mengurangi asupan makanan secara drastis. Dengan mengurangi prosi makan secara berlebihan makan tips tips mengecilkan perut yang ada di bawah ini tidak akan berhasil maksimal

Tips Cara mengecilkan perut buncit dengan pola makan

Berikut ini cara cara yang dapat Anda lakukan untuk mengecilkan perut:
  • Makan sarapan sekitar 200 kalori. Hal ini dapat terdiri dari sepotong roti panggang dengan sedikit selai, satu butir telur dadar dan setengah gelas susu.
  • Makan makanan ringan yang menyehatkan, buah buahan segarserat yang ada pada buah buahan segar akan membikin Anda lebih lama kenyang.
  • Makan siang sekitar 400 kalori. kira kira seukuran setengah dari rata rata porsi orang orang indonesia ketika makan siang.
  • Jika setelah 2 atau 3 jam dari makan siang tersebut Anda sudah merasa lapar kembali maka silakan anda ambil buah buahan segar sebagai snack Anda.
  • Makan malam cukup 400 kalori saja. Ini biasanya makanan yang paling sulit untuk menjaga 400 kalori, terutama jika Anda makan diluar, segera ingatlah anda sedang mencoba cara mengecilkan perut buncit.
Seharusnya jika Anda telah mencoba pola makan yang diajarkan diatas sejak di pagi hari maka Anda tidak akan mudah lapar di siang harinya. Jika Anda merasa kesulitan dengan mengatur pola makan tidak ada salahnya anda milirik program diet nutrisi yang menyederhanakan pengaturan pola makan, terutama bagi Anda dengan waktu yang terbatas .
Selain pengaturan pola makan, mengecilkan perut buncit juga dibantu dengan olahraga, lakukan olahraga yang sifatnya kardio. Olahraga kardio (disebut juga exercise cardiovasculer) sangat efektif dalam membakar kalori, karena ketika tubuh anda membakar kalori secara otomatis lemak lemak dalam tubuh akan berkurang, salah satu tempat favorit menimbun lemak adalah di perut. lakukanlah exercise sebagai cara mengecilkan perut buncit Anda.
Ketika Anda telah mengatur pola makan, kemudian Anda telah melakukan exercise, masih ada yang perlu Anda perhatikan untuk mengecilkan perut buncit. Perhatikan kebiasaan kebiasaan yang tanpa Anda sadari ikut menyumbang munculnya perut buncit, jadi perhatikan kebiasaan tersebut sebagai salah satu cara mengecilkan perut.

Cara mengecilkan perut buncit dengan tidak melakukan kebiasaan kebiasaan buruk

Selain menjalankan tips tips mengecilkan perut buncit, Anda akan memperoleh hasil yang maksimal apabila anda juga menghindari kebiasaan kebiasaan yang kontra produktif dengan program mengecilkan perut buncit.  Simaklah apa saja yang harus dihindari demi kesuksesan program Anda
  • Hindari melewatkan makan, jadi Anda harus makan minimal 3x sehari, tapi tentu saja dengan kalori rendah tapi penuh dengan nutrisi.
  • Hindari minum minuman beralkohol, jika Anda kesulitan, kurangin konsumi minuman beralkohol Anda
  • Jangan diet dengan berpantang mengkonsumsi protein.
  • Jangan makan (makan malam ataupun makanan ringan) kurang dari 3 jam sebelum anda tidur, jadi jika jam tidur anda adalah jam 22, maka makan makan anda maksimal adalah jam 19.
  • Tidur yang cukup,kurang tidur termasuk kebiasaan yang bertentangan dengan tips mengecilkan perut , tiap hari orang dewasa memerlukan waktu 6-7 jam tidur untuk beristirahat setelah seharian beraktifitas.
Selamat mencoba, semoga berhasil menjalankan tips cara mengecilkan perut buncit, selamat tinggal perut buncit.